“Sesungguhnya di dalam jasad manusia ada segumpal daging. Jika segumpal daging itu lurus, beres maka akan beres seluruh anggota tubuh. Dan apabila segumpal daging itu rusak, maka akan rusak seluruh jasadnya. Ingatlah, bahwa segumpal daging itu adalah hati.”
Saudaraku,
Kita semua sudah mengenal hadits Rasulullah di atas. Bahwa kelurusan hati akan menjamin lurus dan beresnya seluruh amal perbuatan dalam hidup kita. Dan kerusakan hati akan menjamin rusaknya seluruh amal dalam hidup. Kerusakan hatilah yang membuat seluruh amal tidak akan diterima. Tidak hanya amal bahkan sepotong doa kepada Allah pun tidak akan diterima.
Alangkah ngeri menjadi orang-orang yang rusak hati. Orang-orang yang hatinya mengeras seperti batu, sehingga hatinya mati rasa tidak mampu membedakan antara kebaikan dan keburukan, antara kebenaran dan kesalahan, antara amal shalih dan amal salah.
Ada sebuah fragmen menarik dikisahkan oleh Imam Al-Ghazali. Dialog antara Ibrahim bin Adham dengan beberapa orang muridnya.
Saat itu Ibrahim bin Adham ditanya,
“Kami selalu berdoa kepada Allah. Begitu banyak doa yang kami pinta tetapi tidak dikabulkan. Kami pernah mendengar sebuah ayat yang berbunyi ‘Berdo’alah kalian kepadaku, pasti aku akan kabulkan.” Bukankah setiap doa akan didengar dan dikabulkan? Lalu mengapa doa-doa kami itu tidak Allah kabulkan, apakah janji Allah dalam Al-Quran itu dusta?
Ibrahim bin Adham menjawab, “Salah satu penyebab terhalangnya pengabulan doa adalah karena matinya hati.”
Mereka bertanya, “Apa yang menyebabkan matinya hati?”
Ada delapan yang menjadi sebab
1. Kalian tahu hak Allah, tapi tidak kalian tunaikan
Dalam sebuah hadits Rasulullah menyatakan bahwa hak Allah dari hamba-hamba-Nya adalah untuk disembah dengan semurni-murninya penghambaan. Penghambaan atau ibadah yang tidak disertai dengan benalu-benalu kemusyrikan, takhayul, khurafat dan bid’ah. Serta ibadah dari hamba yang tidak dibarengi motivasi ingin dilihat, dipuji orang-orang serta berorientasi keduniaan semata.
Kemusyrikan adalah kesesatan yang sangat jauh. (Q.S. An-Nisa 116)
Kemusyrikan akan mengharamkan seseorang masuk surga. (Q.S. Al-Maidah 71)
Kemusyrikan adalah dosa yang sangat besar. (Q.S. An-Nisa 48)
Meski, seluruh dosa memiliki kemungkinan untuk Allah ampuni, tetapi kemusyrikan adalah dosa yang tidak pernah akan Allah ampuni. (Q.S. An-Nisa 48)
Maka sebaik apa pun ibadah jika dibarengi ketidakikhlasan, amal itu tidak akan diterima,
“Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang di dalamnya ada perbuatan syirik kepadaku, maka Aku akan meninggalkan amal itu bersama kemusyrikannya.” (H.R. Muslim)
Alangkah jelek orang-orang yang beribadah disertai kemusyrikan. Dan alangkah jelek pula orang-orang yang meninggalkan ibadah kepada-Nya.
Orang-orang yang sibuk mengejar keduniaan serta melupakan ibadah kepada Allah.
Orang-orang yang terombang-ambing dalam arus hedonisme (pencarian kesenangan sementara) dan lupa kesenangan abadi.
2. Kalian membaca al-Quran, tapi tidak kalian amalkan ajaran-ajarannya.
Membaca Quran bukanlah melafalkan huruf-hurufnya saja. Tetapi mencoba mewujudkannya dalam keseharian dan kehidupan, dalam ucapan dan perbuatan. Seperti jawaban Aisyah r.a. saat ditanya tentang akhlak Rasul. Jawaban beliau, akhlak Rasul itu adalah Al-Quran.
Imam Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa orang-orang yang meninggalkan Al-Quran (Q.S. Fathir 30-31) bisa bermacam-macam jenis, diantaranya
- Orang yang tidak mau mendengar lafadz-lafadznya.
- Orang yang tidak mau membaca dan memahaminya.
- Orang yang tidak mau mengamalkannya.
- Orang yang tidak mau menjadikannya hukum dalam kehidupan.
- Orang yang tidak mau menjadikannya obat bagi penyakit-penyakit hati.
3. Kalian katakan cinta rasul, tapi tidak amalkan sunahnya.
Mengikuti Rasulullah adalah sebuah kewajiban. Sebab seluruh sisi kehidupan beliau adalah uswah hasanah (teladan yang baik) untuk diikuti. Bahkan kesesuaian ibadah dengan contoh Rasulullah adalah syarat kedua bagi diterimanya amal shalih sesudah ikhlas.
Bukti kecintaan seorang mukmin kepada Allah adalah mengikuti utusan-Nya. (Q.S. Ali Imran 31) Tidak akan diterima kecintaan hamba kepada Allah, jika tidak mengikuti Rasulullah saw.
Banyak di antara kita terlibat dalam upacara-upacara yang tidak dicontohkan Rasulullah dengan dalih kecintaan kepada Allah dan berdzikir kepada-Nya.
Banyak di antara kita yang terlibat dalam perdebatan tentang sunah atau bid’ahnya suatu amalan, tetapi sedikit sekali yang terlibat dalam amalan-amalan yang sudah jelas sunnah. Seakan sunnah Rasul hanyalah materi diskusi dan bukan afiliasi dalam amal jama’i (beramal bersama-sama).
4. Kalian katakan takut mati, tapi kalian tidak bersiap-siap untuk menghadapinya.
Kematian adalah sebuah kemestian. Sebab kehidupan dunia hanyalah sementara, kehidupan yang abadi ada di akhirat nanti. Ada sebuah pintu yang memisahkan kehidupan dunia dan akhirat, pintu adalah mati.
Merasa takut terhadap kematian adalah sesuatu yang wajar. Tetapi hanya mengingat dan tidak bersiap-siap untuk menghadapinya adalah sebuah perbuatan bodoh. Ibarat orang yang hendak bepergian ke tempat yang jauh tetapi tidak mempersiapkan bekal apa pun untuk hidup di sana.
Kehidupan yang hakiki di akhirat nanti adalah hasil dari apa yang ditanam di dunia ini. Apa yang dilakukan di dunia akan menjadi hasil panen yang didapatkan nanti di akhirat.
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Hasyr 18)
5. Kalian katakan musuh kepada setan, tapi kalian berkelompok dengan mereka.
Allah memerintahkan kita untuk menjadikan setan sebagai musuh.
“Sungguh, setan itu musuh bagimu, maka perlakukanlah ia sebagai musuh, karena sesungguhnya setan itu hanya mengajak hizib-nya (partainya/golongannya) agar mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (Q.S. Fathir 6)
Banyak di antara kita yang yakin bahwa setan adalah musuh, tetapi banyak pula yang memperlakukannya sebagai teman keseharian.
Saat asupan makanan kita tidak dibatasi, maka setan ada di sana.
Saat doa-doa pengiring amal kita lupakan dari perbuatan keseharian, maka setan ada di sana bahkan kita telah memperkuat mereka.
Saat kita gunakan bagian kiri tubuh kita dalam cara kita makan, minum, berpakaian, beralas kaki dan lain lain, maka setan ada di sana.
Saat kita tutup hati kita dari kebenaran, hanya karena kebenaran itu datang dari orang yang lebih rendah derajatnya dari kita, maka setan ada di sana.
Setan selalu memperkuat sisi hawa nafsu kita dibandingkan nurani. Maka perbanyaklah asupan makanan nurani daripada makanan jasmani. Biarkanlah tubuh kita lelah dalam beribadah dan berjihad. Jangan biarkan tubuh kita lelah dan malas karena makanan yang terlalu banyak kita masukan ke dalam perut kita.
Hanya ada dua partai di dunia ini, partai Allah dan partai setan. Maka di manakah kita tergabung? Partai yang diridloi Allah ataukah partai setan yang dimurkai-Nya?
6. Kalian katakan takut neraka, tapi kalian aniaya badan kalian di dalamnya.
Setiap kita tidak mau masuk neraka. Sebuah tempat yang sangat mengerikan, yang siksa paling ringannya adalah memakai sandal yang mampu membuat otak hancur bergolak karena panasnya.
Namun, banyak di antara kita yang sejak di dunia sudah menyiksa diri dalam siksaannya. Kita menciptakan neraka kita sendiri melalui dosa-dosa yang kita lakukan. Kita zalimi diri kita sendiri dengan merusak alam yang Allah ciptakan untuk kita manfaatkan sebaik-baiknya. Dan akibatnya kita rasakan sendiri.
Sungguh celaka orang-orang yang mencipta nerakanya di dunia. Tidak hanya di dunia, ia akan mendapatkan neraka yang sebenarnya nanti di akhirat.
Maka, jauhilah dosa-dosa dan perusakan diri serta alam dunia.
7. Kalian katakan cinta surga, tapi kalian tidak beramal untuk mendapatkannya.
Dunia adalah tempat beramal shalih. Dan surga adalah hasil yang akan didapatkan dari amal shalih itu. Mencapai surga tidak bisa dilakukan bersantai dan berleha-leha. Menuju surga adalah perlombaan untuk memacu diri mengoptimalkan seluruh potensi dalam bentuk amal kebaikan.
“Dan bersegeralah kalian kepada ampunan dari Tuhan kalian dan kepada surga yang luasnya adalah seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa. Orang-orang yang berinfaq baik di waktu lapang maupun sempit, orang-orang yang menahan amarahnya, dan yang memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (Q.S. Ali Imran 133-134)
8. Apabila kalian bangun tidur, kalian lemparkan aib kalian sendiri ke belakang punggung kalian dan kalian bentangkan aib orang lain di hadapan kalian. Lantas kalian membuat kemurkaan Allah.
Seringkali mata kita begitu terbuka terhadap kesalahan-kesalahan orang lain. Bahkan sekecil apapun kata yang salah tergelincir dari lisan saudara kita, telinga kita begitu peka terhadapnya. Padahal begitu banyak aib-aib kita yang Allah tutupi. Cara tidur kita, tidakkah di sana ada aib? Cara berjalan kita tidakkah di sana ada aib? Cara bicara kita, tidakkah di sana ada aib? Cara makan kita, tidakkah di sana ada aib? Dalam sikap hidup kita sehari-hari, tidakkah ada aib yang kita miliki?
Sungguh jika semua itu orang lain ketahui, betapa besar rasa malu yang harus kita tanggung.
Saudaraku,
Banyak doa yang sudah kita panjatkan. Untuk kesejahteraan diri dan keluarga kita sendiri. Untuk perbaikan bangsa dan negara kita. Sampai saat ini, doa-doa itu sepertinya belum terkabulkan. Maka pertanyaan Ibrahim bin Adham di akhir cerita ini, mudah-mudahan bisa menggugah kesadaran kita.
“Jika salah satu dari delapan hal di atas ada pada diri kalian, bagaimana mungkin Allah kabulkan doa kalian?”(insan Muhammadi)
Saudaraku,
Kita semua sudah mengenal hadits Rasulullah di atas. Bahwa kelurusan hati akan menjamin lurus dan beresnya seluruh amal perbuatan dalam hidup kita. Dan kerusakan hati akan menjamin rusaknya seluruh amal dalam hidup. Kerusakan hatilah yang membuat seluruh amal tidak akan diterima. Tidak hanya amal bahkan sepotong doa kepada Allah pun tidak akan diterima.
Alangkah ngeri menjadi orang-orang yang rusak hati. Orang-orang yang hatinya mengeras seperti batu, sehingga hatinya mati rasa tidak mampu membedakan antara kebaikan dan keburukan, antara kebenaran dan kesalahan, antara amal shalih dan amal salah.
Ada sebuah fragmen menarik dikisahkan oleh Imam Al-Ghazali. Dialog antara Ibrahim bin Adham dengan beberapa orang muridnya.
Saat itu Ibrahim bin Adham ditanya,
“Kami selalu berdoa kepada Allah. Begitu banyak doa yang kami pinta tetapi tidak dikabulkan. Kami pernah mendengar sebuah ayat yang berbunyi ‘Berdo’alah kalian kepadaku, pasti aku akan kabulkan.” Bukankah setiap doa akan didengar dan dikabulkan? Lalu mengapa doa-doa kami itu tidak Allah kabulkan, apakah janji Allah dalam Al-Quran itu dusta?
Ibrahim bin Adham menjawab, “Salah satu penyebab terhalangnya pengabulan doa adalah karena matinya hati.”
Mereka bertanya, “Apa yang menyebabkan matinya hati?”
Ada delapan yang menjadi sebab
1. Kalian tahu hak Allah, tapi tidak kalian tunaikan
Dalam sebuah hadits Rasulullah menyatakan bahwa hak Allah dari hamba-hamba-Nya adalah untuk disembah dengan semurni-murninya penghambaan. Penghambaan atau ibadah yang tidak disertai dengan benalu-benalu kemusyrikan, takhayul, khurafat dan bid’ah. Serta ibadah dari hamba yang tidak dibarengi motivasi ingin dilihat, dipuji orang-orang serta berorientasi keduniaan semata.
Kemusyrikan adalah kesesatan yang sangat jauh. (Q.S. An-Nisa 116)
Kemusyrikan akan mengharamkan seseorang masuk surga. (Q.S. Al-Maidah 71)
Kemusyrikan adalah dosa yang sangat besar. (Q.S. An-Nisa 48)
Meski, seluruh dosa memiliki kemungkinan untuk Allah ampuni, tetapi kemusyrikan adalah dosa yang tidak pernah akan Allah ampuni. (Q.S. An-Nisa 48)
Maka sebaik apa pun ibadah jika dibarengi ketidakikhlasan, amal itu tidak akan diterima,
“Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang di dalamnya ada perbuatan syirik kepadaku, maka Aku akan meninggalkan amal itu bersama kemusyrikannya.” (H.R. Muslim)
Alangkah jelek orang-orang yang beribadah disertai kemusyrikan. Dan alangkah jelek pula orang-orang yang meninggalkan ibadah kepada-Nya.
Orang-orang yang sibuk mengejar keduniaan serta melupakan ibadah kepada Allah.
Orang-orang yang terombang-ambing dalam arus hedonisme (pencarian kesenangan sementara) dan lupa kesenangan abadi.
2. Kalian membaca al-Quran, tapi tidak kalian amalkan ajaran-ajarannya.
Membaca Quran bukanlah melafalkan huruf-hurufnya saja. Tetapi mencoba mewujudkannya dalam keseharian dan kehidupan, dalam ucapan dan perbuatan. Seperti jawaban Aisyah r.a. saat ditanya tentang akhlak Rasul. Jawaban beliau, akhlak Rasul itu adalah Al-Quran.
Imam Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa orang-orang yang meninggalkan Al-Quran (Q.S. Fathir 30-31) bisa bermacam-macam jenis, diantaranya
- Orang yang tidak mau mendengar lafadz-lafadznya.
- Orang yang tidak mau membaca dan memahaminya.
- Orang yang tidak mau mengamalkannya.
- Orang yang tidak mau menjadikannya hukum dalam kehidupan.
- Orang yang tidak mau menjadikannya obat bagi penyakit-penyakit hati.
3. Kalian katakan cinta rasul, tapi tidak amalkan sunahnya.
Mengikuti Rasulullah adalah sebuah kewajiban. Sebab seluruh sisi kehidupan beliau adalah uswah hasanah (teladan yang baik) untuk diikuti. Bahkan kesesuaian ibadah dengan contoh Rasulullah adalah syarat kedua bagi diterimanya amal shalih sesudah ikhlas.
Bukti kecintaan seorang mukmin kepada Allah adalah mengikuti utusan-Nya. (Q.S. Ali Imran 31) Tidak akan diterima kecintaan hamba kepada Allah, jika tidak mengikuti Rasulullah saw.
Banyak di antara kita terlibat dalam upacara-upacara yang tidak dicontohkan Rasulullah dengan dalih kecintaan kepada Allah dan berdzikir kepada-Nya.
Banyak di antara kita yang terlibat dalam perdebatan tentang sunah atau bid’ahnya suatu amalan, tetapi sedikit sekali yang terlibat dalam amalan-amalan yang sudah jelas sunnah. Seakan sunnah Rasul hanyalah materi diskusi dan bukan afiliasi dalam amal jama’i (beramal bersama-sama).
4. Kalian katakan takut mati, tapi kalian tidak bersiap-siap untuk menghadapinya.
Kematian adalah sebuah kemestian. Sebab kehidupan dunia hanyalah sementara, kehidupan yang abadi ada di akhirat nanti. Ada sebuah pintu yang memisahkan kehidupan dunia dan akhirat, pintu adalah mati.
Merasa takut terhadap kematian adalah sesuatu yang wajar. Tetapi hanya mengingat dan tidak bersiap-siap untuk menghadapinya adalah sebuah perbuatan bodoh. Ibarat orang yang hendak bepergian ke tempat yang jauh tetapi tidak mempersiapkan bekal apa pun untuk hidup di sana.
Kehidupan yang hakiki di akhirat nanti adalah hasil dari apa yang ditanam di dunia ini. Apa yang dilakukan di dunia akan menjadi hasil panen yang didapatkan nanti di akhirat.
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Hasyr 18)
5. Kalian katakan musuh kepada setan, tapi kalian berkelompok dengan mereka.
Allah memerintahkan kita untuk menjadikan setan sebagai musuh.
“Sungguh, setan itu musuh bagimu, maka perlakukanlah ia sebagai musuh, karena sesungguhnya setan itu hanya mengajak hizib-nya (partainya/golongannya) agar mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (Q.S. Fathir 6)
Banyak di antara kita yang yakin bahwa setan adalah musuh, tetapi banyak pula yang memperlakukannya sebagai teman keseharian.
Saat asupan makanan kita tidak dibatasi, maka setan ada di sana.
Saat doa-doa pengiring amal kita lupakan dari perbuatan keseharian, maka setan ada di sana bahkan kita telah memperkuat mereka.
Saat kita gunakan bagian kiri tubuh kita dalam cara kita makan, minum, berpakaian, beralas kaki dan lain lain, maka setan ada di sana.
Saat kita tutup hati kita dari kebenaran, hanya karena kebenaran itu datang dari orang yang lebih rendah derajatnya dari kita, maka setan ada di sana.
Setan selalu memperkuat sisi hawa nafsu kita dibandingkan nurani. Maka perbanyaklah asupan makanan nurani daripada makanan jasmani. Biarkanlah tubuh kita lelah dalam beribadah dan berjihad. Jangan biarkan tubuh kita lelah dan malas karena makanan yang terlalu banyak kita masukan ke dalam perut kita.
Hanya ada dua partai di dunia ini, partai Allah dan partai setan. Maka di manakah kita tergabung? Partai yang diridloi Allah ataukah partai setan yang dimurkai-Nya?
6. Kalian katakan takut neraka, tapi kalian aniaya badan kalian di dalamnya.
Setiap kita tidak mau masuk neraka. Sebuah tempat yang sangat mengerikan, yang siksa paling ringannya adalah memakai sandal yang mampu membuat otak hancur bergolak karena panasnya.
Namun, banyak di antara kita yang sejak di dunia sudah menyiksa diri dalam siksaannya. Kita menciptakan neraka kita sendiri melalui dosa-dosa yang kita lakukan. Kita zalimi diri kita sendiri dengan merusak alam yang Allah ciptakan untuk kita manfaatkan sebaik-baiknya. Dan akibatnya kita rasakan sendiri.
Sungguh celaka orang-orang yang mencipta nerakanya di dunia. Tidak hanya di dunia, ia akan mendapatkan neraka yang sebenarnya nanti di akhirat.
Maka, jauhilah dosa-dosa dan perusakan diri serta alam dunia.
7. Kalian katakan cinta surga, tapi kalian tidak beramal untuk mendapatkannya.
Dunia adalah tempat beramal shalih. Dan surga adalah hasil yang akan didapatkan dari amal shalih itu. Mencapai surga tidak bisa dilakukan bersantai dan berleha-leha. Menuju surga adalah perlombaan untuk memacu diri mengoptimalkan seluruh potensi dalam bentuk amal kebaikan.
“Dan bersegeralah kalian kepada ampunan dari Tuhan kalian dan kepada surga yang luasnya adalah seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa. Orang-orang yang berinfaq baik di waktu lapang maupun sempit, orang-orang yang menahan amarahnya, dan yang memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (Q.S. Ali Imran 133-134)
8. Apabila kalian bangun tidur, kalian lemparkan aib kalian sendiri ke belakang punggung kalian dan kalian bentangkan aib orang lain di hadapan kalian. Lantas kalian membuat kemurkaan Allah.
Seringkali mata kita begitu terbuka terhadap kesalahan-kesalahan orang lain. Bahkan sekecil apapun kata yang salah tergelincir dari lisan saudara kita, telinga kita begitu peka terhadapnya. Padahal begitu banyak aib-aib kita yang Allah tutupi. Cara tidur kita, tidakkah di sana ada aib? Cara berjalan kita tidakkah di sana ada aib? Cara bicara kita, tidakkah di sana ada aib? Cara makan kita, tidakkah di sana ada aib? Dalam sikap hidup kita sehari-hari, tidakkah ada aib yang kita miliki?
Sungguh jika semua itu orang lain ketahui, betapa besar rasa malu yang harus kita tanggung.
Saudaraku,
Banyak doa yang sudah kita panjatkan. Untuk kesejahteraan diri dan keluarga kita sendiri. Untuk perbaikan bangsa dan negara kita. Sampai saat ini, doa-doa itu sepertinya belum terkabulkan. Maka pertanyaan Ibrahim bin Adham di akhir cerita ini, mudah-mudahan bisa menggugah kesadaran kita.
“Jika salah satu dari delapan hal di atas ada pada diri kalian, bagaimana mungkin Allah kabulkan doa kalian?”(insan Muhammadi)
0 komentar:
Posting Komentar